Senin, 03 Oktober 2011

Ketika semuanya latah “COURTESY OF YOUTUBE”

Entah sejak kapan ini dimulai. Tiba tiba saja, Youtube menjadi “dermawan” yang tulus ikhlas membagi–bagikan koleksi videonya yang berukuran raksasa (sekitar tujuh ratus juta video) untuk digunakan oleh televisi kita. Gratis tentunya. Entah kompak entah latah, tiba tiba saja youtube dijadikan sumber utama untuk mencari konten acara televisi.

Bermunculanlah acara acara televisi yang isinya tak lebih dari menayangkan video-video pendek dengan embel-embel “courtesy of youtube”. Mayoritas acara ini mengemasnya dengan berbagai tema. Biasanya tentang kejadian atau fenomena unik yang sebenarnya bisa kita tonton di youtube secara langsung.
Malas. Hanya ini yang bisa saya bilang. Betul-betul malas sekali dan sama sekali tidak adil. Sebelumnya saa jelaskan dulu arti Courtesy dalam bahasa aslinya yang berarti :

1. “behavior marked by polished manners or respect for others” atau
2. “consideration, cooperation, and generosity in providing something (as a gift or privilege); also : agency, means —used chiefly in the phrases through the courtesy of or by courtesy of or sometimes simply courtesy of”

Pada definisi kedua, jelas terlihat bahwa kata “courtesy” berarti “kemauan, kerjasama dan kedermawanan untuk menyediakan sesuatu (sebagai hadiah atau keistimewaan). Artinya, kalau ada istilah “courtesy of youtube”, seharusnya ini berarti bahwa Youtube mempersilahkan atau memberikan hak untuk menggunakan setiap video yang dimilikinya. Dengan logika sederhana saja, untuk mendapatkan hak menyiarkan sesuatu, harus ada izin terlebih dahulu. Jadi bisakah kita menganggap bahwa Stasiun televisi kita telah mendapatkan izin dari pengelola youtube dan apakah memang seperti itu kenyataannya?

Melihat begitu seringnya televisi kita menggunakan video yang “dimiliki” Youtube (karena belum jelas juga siapa yang sebenarnya memiliki) dan dengan seenaknya mencantumkan “courtesy of youtube”, rasa-rasanya agak sulit untuk menganggap bahwa stasiun televisi sudah meminta izin terlebih dahulu. Karena dalam situsnya, pengelola youtube sudah menetapkan bahwa :

“You agree not to distribute in any medium any part of the Service or the Content without YouTube’s prior written authorization, unless YouTube makes available the means for such distribution through functionality offered by the Service (such as the Embeddable Player)”

Mari kita pelototi ulang kalimat ini : “You agree not to distribute in any medium any part the Service or the Content without YouTube’s prior written authorization” yang artinya kurang lebih : bahwa kita setuju untuk tidak mendistribusikan dalam segala media setiap bagian dari pelayanan atau konten tanpa persetujuan tertulis dari youtube sebelumnya. Harap diingat youtube sendiri tidak memiliki hak penuh terhadap video yang diunggah (upload) oleh penggunanya. Dia hanya memiliki hak untuk menayangkan yang sewaktu waktu bisa dicabut oleh pemiliknya. Hal ini biasa terjadi untuk video klip, lagu, materi promosi film, film itu sendiri dan lainnya. Saya pernah menemukan satu link youtube dari ayumi Hamasaki yang tidak lagi aktif karena perusahaan pemiliknya (avex entertainment) melaporkan klaim hak cipta kepada pengelola youtube.

Kembali ke pertanyaan awal kita? Apakah youtube sudah memberikan izin tertulis kepada pengelola televisi di indonesia untuk menggunakan videonya. Kalau sudah, izin tersebut dikeluarkan untuk penggunaan video yang mana? Karena setiap video dalam youtube memiliki hak cipta dan hak tayangnya sendiri. Dengan begitu maraknya perilaku plagiasi pada industri pertelevisian kita, tampaknya kita tidak perlu berpanjang-panjang hanya untuk menjawab pertanyaan ini (sampai detik ini saya masih mengutuk “sinetron catatan harian Nayla”yang mencontek habis tanpa etika dorama “one litre of tears” yang menceritakan perjuangan gadis yang mengidap penyakit syaraf).

Matikah kreatifitas kalangan industri pertelevisian kita? Kita begitu gelagapan ketika sinetron upin ipin yang begitu kreatif meraih rating yang begitu tinggi di Indonesia. Jika mau jujur, tayangan-tayangan kreatif yang diimpor dari luar justru menjadi penyelamat pertelevisian dari sekedar rangkaian tayangan sampah (sampah karena isinya hanya politik busuk, debat kusir, perilaku koruptif, sinetron lebay, gosip murahan, kekerasan, sex, budaya hedonis dan konsumtif dan sekarang di tambah oleh “courtesy of youtube”). Saya pribadi hanya menggemari “shaun the sheep”, “spongebob” dan “oscar’s oasis”, selebihnya lupakan saja. Hidup sudah cukup penat hanya untuk ditambah tontonan debat kusir politisi dan penegak hukum.

Atau sudah begitu malaskah para tim kreatif stasiun televisi untuk membuat tayangan yang berkualitas dan menarik penonton. Lebih jauh lagi, sudah matikan budaya kita untuk berkreasi dan mencipta?

Kembali ke coutesy of youtube. Melihat rating tayangan coutesy of youtube yang lumayan tinggi. Saya berfikir apakah televisi sudah memberikan hak atau kompensasi kepada pemilik video yang sesungguhnya. Begini ceritanya, bukankah televisi mendapatkan keuntungan dari iklan yang masuk? Jika ya dan memang pastinya begitu (jika tidak, tidak mungkin acara sejenis akan berjamuran), bukankah ada sebagian dari keuntungan tersebut yang menjadi hak dari pemilik video yang menjadi bahan tayangan acara tersebut?

Contohnya begini, katakanlah saya mengupload video tentang kejadian lucu di youtube. Secara resmi video tersebut adalah milik saya, dengan mengupload video itu melalui youtube, saya memberi hak kepada youtube untuk menyiarkannya. Youtube tidak berhak untuk mengedit video saya atau menggunakannya untuk kepentingan komersil tanpa sepengetahuan atau seizin saya. Ketika katakanlah acara tertentu menggunakan video saya, bukankan seharusnya dia mencantumkan “courtesy of youtube and firman syafei”. Tentunya setelah persetujuan saya. Jika tidak, Bukankah ini plagiasi? dan bukankah saya seharusnya mendapatkan kompensasi terhadap penggunaan video saya?
Pemilik video harus susah payah merekam, mengkonversi ke format yang sesuai dan harus meluangkan waktu, biaya dan energi untuk mengupload ke internet. Dilain pihak televisi tanpa sepengetahuan pemiliknya, tinggal mendownload, mengedit dan menjadikannya material untuk mendatangkan keuntungan. Apakah ini adil? (harap dicatat, saya belum membahas lagu-lagu yang sering dipakai untuk backsound).

Keadilan dalam hak cipta memang lumayan sulit di indonesia ini, Kelompok lawak warkop yang film film nya sering ditayangkan berulang ulang ternyata tidak mendapatkan royalti, begitu pula grup musik BIMBO yang lagu lagunya sering dicatut. Jika artis yang demikian dihormati saja diperlakukan seperti itu, apalagi orang biasa yang sekedar punya video bagus.

Saya ingin mengutip tulisan Wilson Sitorus yang membahas tema yang serupa. Tulisan ini dimuat pada situs Tempo Online tanggal 16 Mei 2011, tulisan lengkapnya dapat
dikunjungi disini. Ini yang beliau tulis:

“Begitulah, penggunaan potongan gambar dari YouTube seyogianya hanya sebagai ilustrasi untuk memperkuat tayangan. Bukan menjadikannya sebagai sumber berita dengan agenda setting yang sudah disesuaikan dengan selera pemirsa. Bukan juga mengkomersialkannya, karena konten itu punya konsekuensi pada hak atas kekayaan intelektual (HAKI)”

9 komentar:

  1. Setuju Mas, sebenernya acara semacam on the spot itu bagus untuk menambah wawasan, tapi karena semua sumbernya dari youtube jadi kesannya engga modal dan ngga ada usahanya, jadi males nontonnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sory baru bales.. (agak sibuk hehe) secara pribadi saya setuju, akan lebih baik jika sumbernya ga harus dari youtube, mungkin national geographic, discovery channel atau lainnya. thanks dah berkunjung ke blog saya

      Hapus
    2. Memang yang lebih gampang dan simple itu nyomot dari Youtube sih ya

      Hapus
    3. Sepertinya medsos semacam Facebook itu lebih menghargai HAKI ketimbang stasiun TV yang kadang main catut lagu seseorang backsound. Kalau Facebook akan membisukan audio yang berkonten Hak Cipta

      Hapus
  2. Saya juga setuju dengan kritik yang Mas tulis ini. Menurut saya sumber konten boleh dari mana aja tapi harus menghargai keaslian sumber konten tersebut dengan mengakui hak cipta/copyright.

    Saya juga menyayangkan masalah pengemasan. Mungkin Mas juga ingat dulu ada tayangan asing berjudul "The World's Most Amazing Videos". Formatnya kurang lebih sama, menayangkan video rumahan. Tetapi tayangan tersebut dikemas kreatif dengan format naratif sehingga menontonnya seperti mendengarkan cerita/menonton film. Selain itu sumber kontennya pun jelas dari mana (sering ada wawancara dengan orang yang merekam videonya). Tayangan-tayangan yang Mas sebut sebagai tayangan "courtesy of YouTube", sayangnya nggak ada "kemasannya" sama sekali, cuma asal comot-comot dari YouTube dan langsung ditayangkan, lalu "dinarasikan" dengan menjabarkan apa yang jelas terlihat di depan mata. Saya mencoba berpikir positif dan mencari sisi kreatif dari acara-acara tersebut, tetapi nggak ketemu.

    Sebagai penikmat hiburan, saya setuju juga dengan Mas tentang terpuruknya kreatifitas pertelevisian di Indonesia. Sedih juga. Belakangan ini hampir nggak tayangan ada yang bisa dinikmatin selain tayangan buatan luar negeri (kecuali mungkin acaranya Desi Anwar, walaupun jarang tayang tetapi sangat berkualitas dan berwawasan). Mungkin di rumah pasang Internet saja udah cukup, nggak perlu TV, karena lagian tayangan yang ada di TV juga ada di Internet—plus di Internet lebih banyak hiburan yang berkualitas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sori baru balas. Setuju!! sedihnya bagaimanapun televisi itu perusahaan yang mesti untung dengan biaya sekecil mungkin. fenomena comot-mencomot video di youtube memungkinkan televisi mendapatkan tayangan menarik hampir tanpa biaya.

      didukung lagi dengan impotennya hukum kita. jadilah budaya garuk menggaruk video gratisan ini sesuatu yang dianggap "lumrah"..

      mungkin memang cukuplah internet ato pasang TV luar yang kontennya bisa kita sesuaikan dengan kebutuhan..

      Hapus
  3. Saya sangat setuju dengan mas ini. Tayangan-tayangan sinetron, kuis, maupun acara humor beberapa plagiasi plek, dan beberapa plagiasi yang dikemas sedikit berbeda. Namun untuk masalah HAKI ini saya soroti sekali, pertama saya menonton acara dgn "Courtesy of Youtube"pun saya langsung berpikir "Enak bener bikin acara begini". Dan acara inipun tidak hanya 1 atau 2 namun saya pernah lihat ada beberapa di stasiun tv yg berbeda.

    Memang saya hargai usaha untuk mengemasnya menjadi fenomena unik ataupun pengkategorian yang pas, namun saya tidak menghargai Hak Cipta yang seenaknya diambil. Dan saya tidak tahu benar atau tidak, namun beberapa isu mengatakan bahwa ada salah satu acara yg kontenya merupakan plagiasi dari Hot Thread Kaskus. Dan jika ini benar, maka Hak Cipta yg diambil adalah pihak Youtube, Pembuat video, Pengupload Video, Pembuat thread kaskus (jika benar diambil dari sini).

    Memang saya sadari video yang diupload dari Youtube belum tentu video yang dibuat penguploadnya. Namun karena hal tersebut bukan berarti kelatahan Hak Cipta jadi diselewengkan. Saya tidak iri namun lebih menyoroti Penghargaan yang diberikan atas keuntungan kelompok yang diambil.

    Bagaimanapun juga saya hanya berharap semoga pemerintah mulai menyoroti masalah ini dan dunia pertelevisian lebih kreatif dan santun kedepannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau benar, thread Kaskus diambil, maka ini udah bener-bener gawat. Sebutlah kita masih bisa "tutup mata" soal Youtube karena ini "punya orang luar" (inipun jelas salah), tapi kaskus adalah karya anak bangsa yang isi didalamnya harus di hargai. Kira-kira ya, kenapa crew televisi ini begitu gampangnya mencomot ide kreatif orang lain. Apa karena tidak ada insentif untuk membuat ide orisinal? kalau boleh tahu, acara apa sih yang mengkopas thread kaskus? trims

      Hapus
  4. pada ngejar view aja, isinya kacau

    BalasHapus