Senin, 13 Mei 2013

MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL ?



 Mungkin bagi rekan-rekan kerja di kantor, tulisan ini akan jadi bahan tertawaan. saya bukanlah seorang penggiat sosial atau aktivis perubahan. Dia hanya pegawai negeri yang sehari-harinya bergulat antara mengabdi pada masyarakat dan polusi kapitalisme. Entah mana yang menang. Yang pasti aroma oportunis dan ketidaktegasan manajerial tercium dimana-mana.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah profesi yang unik. Dia berdiri kokoh di dua kutub yang ektrim, dihujat mati-matian, tapi ratusan ribu pelamar mengantri setiap tahun. Ketika gayus terbukti maling uang rakyat, ramai masyarakat mencaci. Tapi tahun ini, ribuan pelamar berharap-harap cemas, akankah namanya tercantum di kepegawaian ditjen Pajak. Dengan demikian, mungkin hanya PNS lah profesi yang menunjukan sifat asli masyarakat kita yang mengidap Dissociative Identitiy Disorder (penyakit kejiwaan dimana seseorang mengidap kepribadian ganda). Banyak orang berbuih-buih mencap PNS sebagai  kumpulan pegawai yang makan gaji buta, sementara dalam hati berharap agar dirinya atau putra-putrinya diterima sebagai PNS.

Apakah menjadi PNS sesuatu yang buruk? Tentu saja tidak. PNS adalah profesi yang lagi-lagi duduk pada dua kutub yang ekstrim. Satu sisi, kita bisa beribadah dengan mengabdi kepada rakyat, disisi lain kita bisa mencari nafkah sebagai seorang profesional.

Tapi Kenapa? Selalu ada “kenapa” dalam setiap fenomena. Kenapa PNS demikian dibenci tapi di rindu? Tanyakan pada sembarang orang, jawabannya cenderung selalu sama : keamanan. Ya, keamanan adalah faktor utama kenapa PNS demikian diidolakan.  Status “keamanan” ini demikian multi dimensi dimana para PNS menikmati berbagai fasilitas seperti jaminan kesehatan, kepastian pendapatan yang selalu disesuaikan dengan inflasi, imej pekerjaan yang (konon) santai, banyak tunjangan (untuk pejabat), jaminan pensiun, mudah dapat kredit bank, dan terakhir, alasan yang selalu di agung-agungkan banyak orang : (konon) susah dipecat.