
Don’t
judge a book from its cover. Peribahasa ini biasanya diartikan bahwa menilai orang dari penampilannya
saja adalah sesuatu yang tidak baik. Bahwa tampilan luar seseorang bisa jadi
buruk, tapi hatinya justru mulia. Prinsip yang sama bisa digunakan dalam
memilih buku. Buku yang baik tidak selalu wajib memiliki cover (sampul) yang
mencolok. Bahkan seringkali, buku yang terlampau mewah tampilannya, tidak sebanding
dengan isinya.
Buku itu bersampul tipe hard cover, lengkap dengan lembar sampul
khusus yang dapat dilepas. Judulnya provokatif, seolah-olah intelek. Bisa jadi
memang intelek, karena judulnya seolah diluar nalar saya. Penulisnya seorang
tokoh yang diakui keilmuannya dan sering muncul di layar televisi. Isinya?
Mengerikan. Luar biasa membosankan. Jauh dari harapan awal ketika pertama kali
membaca buku itu. Tapi bisa jadi salah saya yang terlalu bodoh.
Buku lain begitu narsis. Judulnya tak
penting, sama sekali tak penting. Karena tujuan terbitnya buku itu hanyalah
foto penulis (atau setidaknya pemilik hak cipta) di sampul depan. Foto si
penulis begitu cerah, gagah sekali. Senyum nya begitu lebar, selebar wajahnya
yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk judul buku. Untuk mereka yang matanya
terlatih, akan terlihat jejak rekayasa digital pada wajah si penulis. Isinya?
Tak lebih dari cerita panjang lebar tentang pencapaian si penulis. Buku-buku model
ini biasanya digunakan sebagai media promosi si
penulis, terutama bagi mereka yang sekedar mengincar jabatan.
Buku model yang sama (foto pada sampul)
digunakan para konsultan untuk mempromosikan program pengembangan diri. Bedanya
ada pada isinya, biasanya para konsultan menulis cara-cara pengembangan diri,
bisnis, atau kehidupan ke arah yang lebih baik. Di akhir buku, biasanya si
penulis mempromosikan program pengembangannya, lengkap dengan diskon bagi
mereka yang membeli bukunya. Syukurlah, buku seperti ini masih bisa diambil
faedahnya.
Seorang sahabat pernah meminjamiku sebuah
buku. Buku ini tentang biografi seseorang. Sayang sekali, isinya hanya pujian.
narsis sekali. Itulah resiko menerbitkan biografi tentang orang yang masih
hidup, apalagi memiliki posisi politis. Saran saya, janganlah membeli buku
biografi tokoh politik yang masih hidup. Level kenarsisannya melebihi remaja
labil. Beli saja biografi orang yang sudah berpulang kepada Sang Pencipta.
Seperti halnya artis, buku juga memiliki
pengikut. Ketika buku “The Secret”
terbit dan sukses besar. Tiba-tiba saja bermunculan buku yang mengekor
kepopuleran buku tersebut. Hampir semua aspek dari buku itu dicontek atau
ditiru habis habisan. Mulai dari model
sampul, tema buku, judul yang hampir mirip bahkan isi buku!!. Untuk anda
penggemar novel fiksi, tentu masih ingat “The
Da Vinci Code” karya Dan Brown. Terlepas kontroversinya karena dinilai
melecehkan agama tertentu, selepas kesuksesannya, berjamuranlah novel novel
dengan tema yang sama. Dan yang terakhir (tapi ini pengecualian) adalah
fenomena “Laskar Pelangi”. Saya bilang pengecualian, karena novel ini menjadi
pembuka jalan bagi novel-novel lain yang menggugah seperti “5 menara” dan
lainnya. Akhirnya, era novel yang isinya sekedar dunia selangkangan tamat
sudah. Mantap!!
Bulan lalu saya kembali memburu buku obralan. Jangan salah, banyak
buku berkualitas yang saya dapatkan dengan harga murah. Novel “the hobbit”
karya JRR Tolkein dan DNA Mutation of Power House karya Rhenald Kasali hanya contoh dari banyak buku yang saya
dapatkan dengan harga obral. Mohon maaf, semuanya asli dari penerbit resmi.
Akhirnya, saya berhasil menemukan sebuah buku yang terkucil di bawah
rak. Di Amerika buku ini menjadi salah satu best seller. Isinya? Kualitas best
seller, sangat enak dibaca. Buku ini membantu kita untuk memahami pengelolaan
keuangan usaha yang baik. Pernahkah anda
kebingungan ketika membaca neraca perusahaan di Koran-koran? Tidak lagi. Buku
ini memang layak menjadi best seller. mungkin besok saya bahas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar